Eksekusi PN Padangsidimpuan Harus Dihentikan Karena Dinilai “Cacat Hukum”

Padangsidimpuan, (ISN) – Dikeluarkannya Relas Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Pengosongan dan Penyerahan Tanah dan Bangunan kepada Termohon nomor 4/Pdt.Eks/2020/PN Psp Jo. Nomor 35/Pdt.G/2017/PN Psp Jo. Nomor 41/Pdt/2018/PT-MDN Jo. Nomor 726 K/Pdt/2019 yang ditujukan kepada Amrin Tanjung selaku Tergugat I /Pembanding/Pemohon Kasasi/Termohon Eksekusi I, harus dihentikan karena salah alamat, salah orang dan dinilai cacat hukum.

Demikan kata pengacara Dwi Ayu Oktari, S.Pd., S.H dari KANTOR HUKUM Wie & Wie Justice yang berkantor di Padalarang dan Surabaya melalui Mobile, Senin (01/08).

Jika PN Padangsidimpuan membuka mata, pemikiran dan logika ilmiah hukum yang benar, serta meneliti serta mencermati putusan yang dikeluarkan oleh PN Padangsidimpuan Nomor 35/Pdt.G/2017/PN serta penolakan yang bertubi tubi dilakukan oleh pemilik rumah harta bersama yang sah yaitu SUHARNI maka seharusnyalah Pelaksanaan eksekusi dimaksud harus di hentikan sampai berakhirnya perlawanan yang dilakukan oleh SUHARNI yaitu perlawanan perdata (Derdent Verzet) dan perlawanan pidana yang saat ini sedang di perjuangkan oleh SUHARNI seorang janda tertindas dan miskin yang hidupnya tergantung pada belas kasihan orang lain dan anak-anaknya. Dengan mencermati perjuangan kebenaran yang dilakukan oleh SUHARNI ini yang di bantu oleh KANTOR HUKUM Wie & Wie Justice maka sudah selayaknya eksekusi dimaksud di hentikan.
Lebih lanjut Dwi Ayu Oktari, S.Pd., S.H dan Three One Gulo, S.H., M.H mengatakan bahwa kalau di telaah dengan kejujuran kasus ini, maka sangat sederhana dan sangat mudah dilihat dengan mata kepala telanjang Cacat Hukumnya. Terindikasi adanya pihak-pihak tertentu yang bermain main dengan hukum dalam memberikan kesaksian, pembuktian dan bermain main dalam melakukan pembelaan kebenaran, hal ini dapat terbaca dalam putusan perkara Nomor 35/Pdt.G/2017/PN Psp, seperti ; indikasi pertama dikatakan bahwa Amrin Tanjung (selaku Tergugat I) datang bersama sama dengan Istrinya menghadap PPAT untuk menjual/membuat akte jual beli Harta Bersama terhadap Mestaria Br Pasaribu (selaku Penggugat), pernyataan inilah yang menjadi senjata ampuh yang di tulis dalam gugatan Penggugat yang diamini oleh Amrin Tanjung (selaku tergugat) ternyata FAKTA SEBENARNYA terbongkar secara lisan dan tertulis oleh PPAT Rosminar Rangkuti, S.H di persidangan Derdent Verzet bahwa pernyataan tersebut adalah bohong karena yang hadir ke kantor PPAT Rosminar Rangkuti, S.H untuk membuat akte jual beli Harta bersama tersebut hanyalah Amrin Tanjung (selaku tergugat) dan Mestaria Br Pasaribu (selaku Penggugat) sementara SUHARNI selaku Istri sah Amrin Tanjung tidak mengetahui dan tidak ikut sama sekali.

Indikasi pemalsuan kedua yang diamini di persidangan oleh Amrin Tanjung (selaku tergugat) adalah bahwa nama istri Amrin Tanjung adalah Hilda Heni padahal nama istrinya yang sah adalah SUHARNI dan tidak pernah mengganti nama semenjak dari lahir sampai saat ini.

Indikasi ketiga adalah kwitansi yang digunakan terindikasi palsu baik tanda tanganya maupun materai yang digunakan sudah tidak sesuai dengan tahun berjalan.
Indikasi pemalsuan ke empat adalah di gantinya nama SUHARNI menjadi Hilda Heni, yang saat ini sudah memasuki tahap penyidikan di POLDA SUMATERA UTARA.

Dengan menggunakan empat senjata Indikasi palsu tersebutlah yang menjadi senjata ampuh bagi Penggugat untuk mengalahkan Amrin Tanjung dalam persidangan untuk merampas harta bersama Amrin Tanjung dan SUHARNI.
Maka oleh karenaya menurut penjelasan pengacara dari KANTOR HUKUM Wie & Wie Justice yang bernama Dwi Ayu Oktari S.Pd., S.H., jika pengadilan betul betul menegakan kebenaran yang berkeadilan maka seharusnyalah eksekusi tersebut di hentikan sampai proses hukum yang dilakukan oleh Suharni mendapatkan kekuatan Hukum Tetap

Untuk melawan kezaliman tersebut sudah dilakukan perlawanan Pihak Ketiga oleh SUHARNI dengan nomor perkara perdata sudah melakukan derden Verzet, lebih jauh dikatakan bahwa di persidangan tersebut hakim membenarkan perbuatan jual beli terhadap objek tanah milik bersama tanpa persetujuan para pihak dalam hal ini istri Alm. Amrin Tanjung atas nama Suharni
Suharni selaku istri sah dari Amrin Tanjung tidak pernah melakukan transaksi jual beli atas objek perkara dimaksud.
Kemudian dalam putusan PN Padangsidimpuan terdahulu nomor 4/Pdt.Eks/2020/PN Psp Jo. Nomor 35/Pdt.G/2017/PN Psp Jo. Nomor 41/Pdt/2018/PT-MDN Jo. Nomor 726 K/Pdt/2019 Hakim menyidangkan nama yang bukan nama sebenarnya atau salah alamat.

Dimana dalam perkara putusan tersebut yang menjadi tergugat II atas nama Hilda Heni , sementara nama Hilda Heni tidak diketahui siapa orangnya dan tidak ada hubungan dengan Alm. Amrin Tanjung.
Bukti-bukti jual beli yang disampaikan kepada hakim semua atas nama Hilda Heni tidak pernah atas nama Suharni , lantas karena atas nama Suharni tidak ada dalam transaksi jual beli, maka muncul perbuatan yang diduga direkayasa dengan diciptakannya surat keterangan adanya pergantian nama dari Suharni kepada Hilda Heni dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang seolah surat yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil ini benar dan dijadikan sebagai bukti oleh hakim untuk membenarkan kalau transaksi jual beli benar disepakati istri Alm. Amrin Tanjung selaku para pihak pemilik objek perkara.

Sedangkan PN Padangsidimpuan tidak pernah menyidangkan permohonan pergantian nama atas nama Suharni kepada Hilda Heni , kenapa tiba-tiba pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kota Padangsidimpuan berani mengeluarkan surat keterangan pergantian nama dari Suharni kepada Hilda Heni ?
“Jelas ini melanggar hukum dan menyebabkan kerugian terhadap klien kami”, jelas F Thandjoeng, S.H., dari kantor hukum Wie & Wie Justice yang juga mempunyai cabang di pekan baru dan baru buka cabang di Medan.
Melalui media ini para advokat kantor Hukum Wie & Wie Justice memohon kepada Komisi Yudisial agar bisa memantau jalanya persidangan perlawanan Suharni, dengan harapan persidangan ini berjalan secara bersih.
Hakim juga terlalu berani menerima mentah-mentah surat keterangan yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Padangsidimpuan yang menyatakan kalau terdapat pergantian nama atas nama Suharni kepada Hilda Heni tanpa terlebih dahulu memeriksa berkas mereka di kepaniteraan apakah benar pernah ada sidang permohonan pergantian nama.

Tidak terdapatnya sidang pergantian nama atas nama Suharni kepada Hilda Heni terbukti dalam putusan PN Padangsidimpuan nomor 17/Pdt.Bth/2020/PN Psp tentang penolakan gugatan Perlawanan Pelawan .
Dalam putusan ini tidak ada tertera bukti putusan Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan tentang Sidang Pergantian Nama atas nama Suharni kepada Hilda Heni.

Padahal sesuai pasal 52 undang-undang nomor 4 tahun 2013 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden nomor 24 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata cara pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Bahwa dalam aturan tersebut dijelaskan bagi seseorang yang ingin mengajukan pergantian nama harus mengajukan ke Pengadilan Negeri setempat dan syarat-syarat yang harus dipersiapkan sebelum mengajukan pergantian nama, diantaranya 1. Surat permohonan yang bermaterai dan ditandatangani oleh pemohon ; 2. Fotocopy kartu tanda penduduk (KTP) Pemohon; 3. Fotocopy kartu keluarga (KK); 4. foto copy akte kelahiran; 5. Fotocopy dua orang saksi.

Kemudian persyaratan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri dan diregistrasi untuk mendapatkan jadwal persidangan dan setelah mendapatkan jadwal persidangan Pemohon akan menjalani sidang yang dipimpin oleh seorang hakim tunggal dan bila dikabulkan maka keputusan hakim dibawak ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat guna diubah dan pihak dinas memberikan catatan pinggir.

Sementara itu, Suharni kepada wartawan mengaku tidak pernah mengajukan permohonan pergantian nama ke Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
“Lillahi ta’ala, saya tidak pernah mengajukan permohonan pergantian nama ke Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dan tidak pernah ikut sidang pergantian nama, kenapa tiba-tiba Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berani mengeluarkan surat kalau saya pernah berganti nama”? Tanya Suharni.
Lebih lanjut SUHANI berkata saya mengakui bahwa lawan saya ini adalah seorang rentenir yang memiliki uang dan harta banyak sementara saya hanya seorang janda miskin,,taulah zaman sekarang semua bisa di beli termasuk hukum bisa juga dibeli, maka itulah yang saya takutkan dalam persidangan lanjutan saya ini kata Suharni sambil menghapus air matanya.

Suharni tetap akan berjuang sampai titik darah terakhir karena hartanya di rampas dengan cara yang tidak halal, dengan cara manipulasi, dengan cara rekayasa dan dengan cara kongkalikong. Semoga Allah SWT memberikan pertolongan karena hanya berharap pertolongan dari Allah, karena pertolongan dari dunia peradilan selaku wakil Tuhan seperti yang saya rasakan sudah tidak ada harapan lagi, kata Suharni berlalu.

Foto: ilustrasi. (Int)

*(Ismail P)