Pemutakhiran Data Pemilih: Tantangan Dalam Realitas Sosial Masyarakat Indonesia.

DATA pemilih merupakan data yang dinamis karena terus berubah disebabkan penambahan atau pengurangan jumlah pemilih, maka diperlukan mekanisme untuk memperbarui dan menyusun daftar pemilih agar semua pemilih terdaftar dalam daftar Daftar Pemilih Tetap (DPT).

 

Pemutakhiran data pemilih merupakan salah satu tahapan yang paling banyak dibicarakan dalam setiap pemilu. Hal ini wajar mengingat data pemilih terkait erat dengan tahapan pemilu lainnya seperti logistik dan TPS dan lain sebagainya.

 

Proses pemutakhiran data pemilih adalah kegiatan memperbaharui data pemilih berdasarkan DPT pemilu atau pemilihan sebelumnya yang kemudian terus dimutakhirkan secara kontinu dengan membandingkan nya dengan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) serta melibatkan KPU/KIP kabupaten/kota dengan bantuan PPK. PPS dan Pantallih untuk dilakukan pencocokan dan penelitian dilapangan.

 

Walaupun demikian, mengelola daftar pemilih bukanlah tugas yang mudah meski datanya sendiri sudah diamankan melalui DPT pemilu terakhir dan DP4 terbaru yang disampaikan pemerintah. Proses pemutakhiran data pemilih memiliki dinamika yang berbeda dalam masyarakat kita yang dinamis. Mulai dari masalah domisili yang berbeda dengan administrasi kependudukan, masyarakat yang belum memiliki KTP elektronik, sampai masalah masyarakat binaan di lembaga pemasyarakatan (Lapas).

 

Mengumpulkan data pemilih di Indonesia bukanlah tugas yang mudah. Data pemilih dihasilkan melalui proses pengolahan data yang panjang dan melibatkan banyak aktor dan lembaga serta regulasinya. Di sisi pemerintah, terdapat Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri yang memiliki kewenangan untuk menghasilkan data kependudukan yang akan diolah menjadi DP4 untuk selanjutnya diserahkan ke KPU RI. Setelah KPU RI menerima DP4 dan melakukan sinkronisasi, kemudian membandingkan data DP4 hasil sinkronisasi dengan data DPT pemilu terakhir. Data itu lah yang kemudian disampaikan oleh KPU RI kepada KPU proinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk dilakukan pemutakhiran serta pencocokan dan penelitian (coklit).

 

KPU Kabupaten/Kota kemudian membentuk Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) yang melakukan pendataan pemilih secara door to door. Coklit dilakukan oleh Pantarlih dengan cara mencocokkan data pemilih dari DP4 dengan dokumen kependudukan milik warga berupa KTP elektronik dan/atau Kartu Keluarga (KK) yang memenuhi syarat untuk memilih. Setelah Pantarlih melakukan pendataan pemilih secara door to door, data tersebut dicatat, diteliti dan dilaporkan secara bertahap dari Pantarlih ke PPS, dari PPS ke PPK dan PPK, dan diteruskan ke KPU Kabupaten/Kota yang kemudian akan dirangkum dan ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Sementara (DPS) oleh KPU Kabupaten/Kota.

 

DPS tersebut kemudian dilaporkan ke KPU provinsi untuk rekapitulasi di tingkat KPU provinsi. KPU provinsi kemudian melaporkan rekapitulasi DPS tersebut kepada KPU RI untuk direkapitulasi dan DPS tersebut dipublikasikan secara luas.

 

Pengumuman DPS biasanya dilakukan secara luas melalui papan pengumuman di kantor desa/kelurahan atau RT/RW di seluruh Indonesia. KPU Kabupaten/Kota juga memberikan kesempatan kepada seluruh unsur masyarakat untuk melihat namanya di DPS untuk kemudian menyampaikan masukan dan tanggapan kepada KPU untuk perbaikan DPS. Salinan DPS juga diserahkan kepada partai politik tingkat kecamatan dan Bawaslu secara berjenjang. KPU mengolah data DPS tersebut menjadi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) setelah mendapat masukan dan tanggapan secara bertahap dari masyarakat, partai politik dan Bawaslu. KPU RI dan jajarannya melakukan siklus yang sama untuk mengolah kembali DPSHP menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT).

 

Namun, sebenarnya proses pemutakhiran data pemilih dari coklit menjadi DPT tidak semudah jalan cerita di atas. Banyak dinamika yang harus dihadapi Pantarlih dalam melakukan coklit di lapangan. Kondisi geografis, terutama di daerah yang sulit dan terpencil, hingga tantangan pengelolaan administrasi kependudukan dan kondisi masyarakat yang dinamis. Permasalahan yang sering muncul adalah data kependudukan yang diberikan oleh DP4 tidak sesuai dengan dinamika kependudukan. Kesadaran masyarakat untuk mengajukan dokumentasi kependudukan terkait pindah domisili, perubahan status dan keterangan meninggal dunia berbenturan dengan alasan prosedur yang panjang, atau kenyamanan layanan Dukcapil mungkin belum sepenuhnya dikomunikasikan dan dipahami oleh masyarakat. Kondisi ini selalu ditemukan Pantarih di lapangan.

 

Perlu adanya kesadaran KPU, Dukcapil dan Bawaslu berupa upaya maksimal untuk menciptakan pemilu yang demokratis dengan melakukan beberapa langkah untuk memperbaiki daftar pemilih. Menyikapi kondisi tersebut KPU, Dukcapil, Bawaslu, dan peserta pemilu harus selalu bekerja sama mencermati data pemilih secara bersama-sama untuk menghasilkan data pemilih yang benar-benar akurat, komprehensif, dan mutakhir. Harus diingat bahwa penduduk yang tidak terdokumentasi secara administratif dapat kehilangan hak atau kesempatan untuk memilih dalam pemilihan. Dengan kata lain, masalah administrasi ini dapat menghilangkan hak politik warga negara. Masalah ini harus ditangani oleh pihak-pihak terkait untuk menghindari kerugian konstitusional dalam penyelenggaraan pemilu dan untuk menjaga kedaulatan suara rakyat.

 

Ahmad Kurniawan Harahap.
Mahasiswa Magister Pemikiran Politik Islam UIN Sumatera Utara/Panwas Kecamatan Stabat Kab. Langkat.

 

 

[Rel/ISN]