BEM STIT Batu Bara Minta Pemerintahan Telusuri Dugaan Kartel, Minyak Goreng Langka
BATUBARA, ISN |Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Batu Bara menyoroti kelangkaan minyak goreng usai turun jadi Rp 14 ribu per liter. Pemerintah perlu menginvestasi dan mengatasi masalah tersebut.
“Pemerintah memang sudah mematok harga minyak goreng senilai Rp 14 ribu per liter, tapi barangnya masih langka di pasar-pasar,” kata Muhammad Khairun Nizam. Sabtu (5/2/2022).
Muhammad Khairun Nizam menilai Menteri Perdagangan (Mendag) tidak maksimal dalam mengawasi dan mengatur ketersediaan minyak goreng. Seharusnya, ada pengawasan di tingkat implementasi.
BEM STIT Batu Bara juga ragu pasokan minim karena dipengaruhi produksi. Laporan pemerintah menyatakan rata-rata produksi CPO sekitar 53 juta ton per tahun di RI,” katanya.
“Dari total tersebut, 33-34 juta ton CPO diekspor, 7-8 juta ton CPO untuk kebutuhan biodiesel, dan 11 juta ton untuk industri di dalam negeri, termasuk minyak goreng, ” Katanya.
Kelangkaan ini membuat kecewa masyarakat. Dia menduga ada upaya penimbunan minyak goreng.
BEM STIT Batu Bara Juga menilai ada dugaan penimbunan yang dilakukan oleh pihak-pihak kuat kuasa dan kuat modal yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan ‘kartel.’ Ini permainan pasar sekaligus pembiaran oleh pemerintah, untuk memanfaatkan situasi multikrisis seperti ini demi meraup keuntungan. Pada gilirannya, rakyat jadi korban,” katanya.
*Akui Kurang Optimal*
Kementerian Perdagangan mengakui kebijakan ketetapan satu harga Rp 14.000 per kilogram untuk minyak goreng tidak efektif. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan.
“Pada kemasan sederhana alasannya disampaikan karena infrastruktur kemasan belum siap. Kalau belum siap, kita ambil langkah lagi, kita bikin satu harga. Nggak ada alasan lagi semua harus Rp 14.000/kg. Kenyataannya tidak optimal juga,” jelasnya dalam diskusi publik Indef bertajuk Minyak Goreng Naik, Subsidi atau DMO-DPO, Kamis (3/2/2022).
Kemudian, ada indikasi kebocoran ekspor. Itu sebabnya Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
“Saya kuncinya ekspornya. Sampai sekarang belum ada yang keluar. Tetapi kok barangnya jarang? Ini ada perlawanankah atau apakah?” jelasnya.
[HFZ]